Anaknya Jadi Korban Penganiayaan di Sebuah Pesantren di Bogor, Petani Miskin asal Aceh Tengah Bertaruh Nasib Untuk Dapatkan Keadilan

REDAKSI
Thursday, 21 August 2025
Last Updated 2025-08-21T13:39:50Z
masukkan script iklan disini

Jakarta – M. Salim dan istrinya, Juminiati, warga Desa Simpang Kelaping, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, tak pernah menyangka anak mereka yang tengah menuntut ilmu di sebuah pesantren di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menjadi korban penganiayaan oleh sesama santri.

Peristiwa penganiayaan itu terjadi pada 12 November 2024. Namun, pihak keluarga mengaku tidak mendapat informasi dari pihak pesantren maupun kepolisian setempat. Lebih ironis, korban yang mengalami luka tidak memperoleh penanganan medis memadai.

Empat hari setelah kejadian, korban menghubungi orang tuanya dan mengaku melarikan diri bersama tiga santri lain karena merasa terancam. Dengan biaya pinjaman dari kerabat, Salim dan istri menyusul anaknya ke Depok, Jawa Barat, sambil membawa dua anak mereka yang masih kecil.

Pesantren Diduga Lepas Tangan

Sebelum keberangkatan, Salim sempat menghubungi pihak pesantren untuk meminta penjelasan. Namun, pihak pesantren disebut terkesan menghindar dan meminta agar kasus tidak dilaporkan ke pihak berwenang. Bahkan, Salim mengaku menerima pesan bernada ancaman.

Karena penanganan kasus oleh Polsek setempat dianggap tidak jelas, pada 25 November 2024, Salim melapor ke Sekretariat Lapor Mas Wapres. Keesokan harinya, laporan juga disampaikan ke Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Tanggal 11 Desember 2024, pihak Sekretariat Lapor Mas Wapres mengarahkan keluarga untuk melapor ke Polres Kabupaten Bogor di Cibinong. Laporan diterima, namun keluarga mengaku tidak pernah dijenguk penyidik meski sudah dijanjikan. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) baru diterima dalam format PDF pada 30 Desember 2024 setelah berkali-kali diminta.

Kasus Berlarut, Keluarga Kehilangan Kepercayaan

SP2HP kedua diterima pada 11 Januari 2025. Empat hari kemudian, keluarga mendatangi Polres untuk menanyakan perkembangan kasus karena komunikasi via WhatsApp dinilai tidak memuaskan. Penyidik kala itu menjanjikan berkas akan segera dilimpahkan ke kejaksaan dan memperbolehkan keluarga pulang ke Aceh.

Namun, hingga berbulan-bulan kemudian, pelimpahan kasus tak kunjung dilakukan. Pada 15 Juni 2025, keluarga kembali mengadu ke Sekretariat Lapor Mas Wapres. Staf di sana mengaku kaget karena menurut informasi mereka, kasus telah selesai. Setelah staf menghubungi Kapolres Bogor, penyidik baru mengeluarkan surat penetapan tersangka pada 16 Juni 2025.

Salim kembali ke Polres Bogor pada 28 Juli 2025, namun penyidik meminta waktu tambahan dua minggu dan berjanji akan menahan pelaku pada 1 Agustus 2025. Hingga 4 Agustus, pelaku belum ditahan. Keluarga pun semakin kehilangan kepercayaan karena sudah sembilan bulan kasus bergulir tanpa kejelasan.

Pada 5 Agustus 2025, keluarga mengajukan permohonan SP2HP ke Kapolres Bogor dan tembusan ke Propam, namun hasilnya tetap nihil.

Gugat Rp 500 Juta dari LBH

Dalam perjuangan mencari keadilan, keluarga korban sempat meminta bantuan pendampingan dari sebuah Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Namun, menurut pengakuan Juminiati, LBH tersebut dinilai tidak berpihak dan justru menjadi kuasa hukum pihak pesantren dan pelaku.

Setelah mencabut kuasa via WhatsApp, keluarga korban malah digugat oleh LBH tersebut sebesar Rp 500 juta. Mereka juga mengaku identitas seperti KTP, KK, dan akta kelahiran anak-anak ditahan oleh pihak LBH. Persoalan ini kini telah bergulir di pengadilan.

Aduan Disampaikan ke Haji Uma

Pada 17 Agustus 2025, M. Salim menyampaikan langsung kronologi dan keluhannya kepada anggota DPD RI asal Aceh, H. Sudirman alias Haji Uma. Dalam pernyataan suara yang dikirimkan via WhatsApp, Juminiati mengaku telah kehilangan harapan setelah berbulan-bulan memperjuangkan keadilan di perantauan.

"Kami sudah tidak tahu lagi harus kemana. Kami berharap melalui Bapak Haji Uma ada jalan keadilan bagi anak kami. Semua yang kami miliki sudah kami jual demi perjuangan ini," ujar Juminiati lirih.

Menanggapi hal itu, Haji Uma menyatakan prihatin dan berkomitmen mengawal kasus ini. Ia menyebut akan segera mengirimkan surat atensi kepada Kapolres Bogor dengan tembusan ke DPD RI dan Kapolda Jawa Barat.

"Kami akan kawal kasus ini agar ditangani sesuai prosedur hukum yang berlaku dan memberi rasa keadilan bagi korban," tegasnya, Rabu (20/8/2025).

Haji Uma juga mengajak masyarakat Aceh, khususnya warga Gayo di Jakarta dan sekitarnya, untuk ikut membantu perjuangan M. Salim dan keluarga.

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Video Terpopuler